Senin, 30 November 2009

Boarding School? Good Choice…

Sifat hiperaktif yang dimiliki remaja sekarang terkadang membuat para orang tua menjadi ‘kewalahan’ menjaga dan memantau mereka. Di zaman yang serba modern ini membuat para remaja bergerak bebas dan masih bisa mengakses dunia luar walaupun mereka terkurung sekalipun. Pada dewasa ini, para remaja seakan dibebaskan oleh orang tuanya untuk bergaul. Tetapi, orang tua pasti juga tetap memantau dan memberikan batas kepada mereka agar tak salah meniti ‘jalan’.

Sudah tak terhitung banyak para remaja yang sudah salah melangkah dalam pergaulan. Di Indonesia sendiri, sudah banyak kasus kenakalan remaja seperti Narkoba, tawuran, Geng yang menimbulkan keonaran, pergaulan bebas, mabuk-mabukan, dll. Penyebab terjadinya kasus-kasus tersebut adalah pengaruh dari Negara asing terutama dunia barat yang banyak masuk ke Indonesia tanpa bias dihindari. Pengaruh tersebut diperparah dengan sikap remaja Indonesia yang mudah menerima hal baru dan selalu ingin mencobanya. Penyebab lainnya adalah kurangnya pengetahuan para remaja tentang bahaya pergaulan yang salah tersebut, sehingga mereka mudah terbawa arus. Peran serta orang tua pun sangat menentukan perkembangan mereka. Terutama pendidikan agama.

Saya sendiri merasa bahwa semakain bertambah umur, semakin susah untuk menuruti kata orang tua. Kebanyakan orang tua juga kadang merasa sangat kewalahan dengan tingkah anak-anaknya yang sedang menjalani langkah pertama menuju dewasa.

Keputusan orang tua saya untuk mengirim saya untuk sekolah sekaligus tinggal di pondok ternyata bukan langkah yang salah. Saya menyadari manfaat yang saya dapat setelah beberapa waktu saya mondok, terutama pengaruh terhadap pergaulan dan tingkah laku saya.

Walaupun di beberapa waktu kenakalan khas remaja masih sering muncul pada diri saya, tetapi perubahan yang terjadi cukup membuat saya sangat bersyukur karena telah terselamatkan dari arus pergaulan yang salah.

Di SMA Wahid Hasyim Tersono sendiri saya lihat ada beberapa siswa yang juga merangkap menjadi santri. Mungkin mereka harus sedikit menyesuaikan diri dengan ‘cuaca’ sekolah islam tetapi bukan khas pesantren. Begitu pula di SMA saya (SMA A.Wahid Hasyim Tebuireng-Jombang), karena sebagian besar adalah anak pondok, maka biasanya anak yang tidak mondok biasanya juga harus mengikuti arus khas pesantren dalam lingkungan sekolah.

Tetapi, opini saya, akan lebih baik jika anak di pondokkan agar pemantauan aktivitas mereka lebih baik dan teratur. Dari segi ekonomi, biaya (SPP, makan, ongkos, jajan) di pondok lebh sedikit disbanding yang lajur. Biaya makan dan ongkos bias dirigkas menjadi biaya makan saja. Uang jajan pun bisa dijatah dan lebih bisa diatur. Sedangkan untuk SPP lebih terbantu dengan terhapusnya uang ongkos.

Dari segi kelakuan anak pun bisa lebih baik, karena mereka disibukkan dengan aktivitas mencari ilmu yang berlangsung sepanjang hari. Sikap mereka bisa berubah sedikit demi sedikit karena mereka juga diajari bersosialisasi selama 24 jam di pondok maupun di sekolah. Mereka juga labih mandiri dalam mengatur kegiatan dan kebutuhan mereka. Di tambah kegiatan ekstrakulikuler baik di pondok (seperti Banjari/musik atau kaligrafi, dll) maupun di sekolah (Pramuka, Olahraga, Jurnalistik, Paskibra, dll) membuat bakat mereka juga berkembang dengan pemantauan yang baik dari pihak sekolah atau pondok. Dengan demikian, tugas orang tua untuk menjaga, memantau dan mendidik mereka sedikit berkurang. Tetapi bukan berarti orang tua sudah tidak memiliki tanggung jawab atas remaja-remajanya.


Oleh : Sayyida Ikrima (PP. Tebuireng Putri Jombang)

edit