Jumat, 13 April 2012

BINTANG KECILKU


Di tanah kering kerontang
Kutemukan batang yang taklagi berkembang
Dari masa kemasa engkau tercampakkan
Oleh tangan dan kau terbuang
Tak seorangpun kan memandang
Batang kecil hitam,
Yang meranggas bagai arang
Ditangan orang abangan
Kutahu saat itu musim juang
Mempertahankan daerah pinggiran
Semua tiada daya
Dan lebih baik ikut saja


Tapi mereka berkata
Kita merdeka!
Dan saat itu Batangku mulai berkembang
Dengan harapku
Terus berkembang
Dan berkembang
Menjadi kembang merekah menawan
Engkau tumbuh tapi tiada satupun kembang rasaku
Ku tak mau tumbuh menjadi lumpuh
Kumulai merindu…
Lohjinawi Batangku
Engkau terbentang dari kaki gunung Prahu
Hingga bibir pantai Sigandu
Pohon jati yang setiap kali bersemi
Hamparan padi bagi petani sungguh lohjinawi
Tapi tiada satupun tercium harummu
Ku mulai merindu…
Merindu…
Merindu…
Merindu tangan tangan terampil
Untuk merawatmu
Mengubah wujudmu
Bagai kuntum-kuntum bunga seroja
Yang mengundang lebah madu
Oh batang kecilku
Apakah kau akan mati
Setelah  tunas bersemi
Kerinduanku padamu…
Wahai tunas bangsaku
Kerinduanku padamu…
Tangan-tangan trampilyang berteknologi
Kerinduanku untukmu…
Otak-otak Jerman yang anti korupsi
Kerinduanku…
Kerinduanku untukmu…
Batang maju






Karya : Ihsanudin, XII.S.2_SMA Wahid Hasyim Tersono_Tahun 2012
Juara 2 Lomba Cipta Baca Puisi dalam rangka HUT Kab. Batang ke-46


Senin, 06 Juni 2011

PENIDIKAN (semestinya) TIDAK HARUS MAHAL ...

Berawal dari keprihatinan seorang bapak akan mahalnya biaya sekolah di desanya, maka Bahruddin, yang menjabat sebagai ketua Rukun Warga di desanya berinisiatif membuat sekolah yang murah dan berkualitas.

Bahruddin mengadopsi kurikulum SMP reguler di sekolahnya. Ia menyatakan tidak sanggup menyusun kurikulum sendiri. Lagi pula sekolah akan diakui sebagai sekolah berkualitas jika bisa memperoleh nilai yang baik dan mendapatkan ijazah yang diakui pemerintah. Karena itulah ia memilih format SMP Terbuka.

Sekolah yang diberi nama SMP Alternatif Qaryah Thayyibah ini menempati 2 ruangan di rumah Bahruddin, dan dibantu beberapa orang guru yang semuanya adalah lulusan IAIN,dan sebagian besarnya adalah aktivis petani.

Di sekolah ini ada akses internet gratis 24 jam diperoleh dari seorang pengusaha internet di Salatiga yang tertarik dengan gagasan Bahruddin.

Ternyata pengakuan terhadap keberadaan SMP Alternatif Qaryah Thayyibah tidak perlu waktu lama. Nilai rata- rata ulangan murid SMP Qaryah Thayyibah jauh lebih baik daripada nilai rata-rata sekolah induknya, terutama untuk mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris.

Sekolah itu juga tampil meyakinkan, mengimbangi sekolah-sekolah negeri dalam lomba cerdas cermat penguasaan materi pelajaran di Salatiga. Sekolah itu juga mewakili Salatiga dalam lomba motivasi belajar mandiri di tingkat provinsi, dikirim mewakili Salatiga untuk hadir dalam Konvensi Lingkungan Hidup Pemuda Asia Pasifik di Surabaya. Pada tes kenaikan kelas satu, nilai rata-rata mata pelajaran Bahasa Inggris siswa Qaryah Thayyibah mencapai 8,86.

SMP Alternatif Qaryah Thayyibah juga maju dalam berkesenian. Di bawah bimbingan guru musik, Soedjono, anak-anak sekolah bergabung dalam grup musik Suara Lintang. Grup musik anak-anak desa kecil itu telah mendokumentasikan lagu tradisional anak dalam kaset, MP3, maupun video CD album Tembang Dolanan Tempo Doeloe yang diproduksi sekaligus untuk pencarian dana. Seluruh siswa bisa bermain gitar, yang menjadi keterampilan wajib di sekolah itu.

Sulit dibayangkan anak- anak petani sederhana itu masing-masing memiliki sebuah komputer, gitar, sepasang kamus bahasa Inggris-Indonesia dan Indonesia-Inggris, satu paket pelajaran Bahasa Inggris BBC di rumahnya. Semua itu tidak digratiskan. Anak-anak memiliki semua itu dengan mengelola uang saku bersama-sama sebesar Rp 3.000 yang diterima anak dari orangtuanya setiap hari. Uang sebesar Rp 1.000 dipergunakan untuk mengangsur pembelian komputer. Untuk sarapan pagi, minum susu, madu, dan makanan kecil tiap hari Rp 1.000, sedangkan Rp 1.000 lainnya untuk ditabung di sekolah. Tabungan sekolah itu dikembalikan untuk keperluan murid dalam bentuk gitar, kamus, dan lain-lainnya.

Nah sekarang kita tahu bahwa sekolah yang berkualitas tidak identik dengan biaya mahal ya. Sekolah Global di Desa Kecil Kalibening ini sebagai contohnya.


sumber : pendidikanindonesia.blogspot.com

http://www.madingonline.net/berita/pendidikan-semestinya-tidak-harus-mahal.html

Sabtu, 05 Februari 2011

Merangsang Aktivitas Baca-Tulis Siswa melalui Mading Sekolah

Majalah dinding atau mading merupakan media komunikasi yang telah dikenal lama oleh masyarakat. Mading tidak hanya dibuat oleh siswa di sekolah, namun juga diciptakan dan dikonsumsi oleh masyarakat umum.

Saat mendengar kata mading, sesuai kepanjangannya, majalah dinding, tentu saja yang terbayang dalam benak kita adalah majalah yang terpasang di dinding. Anggapan itu tidak keliru karena prinsip dasar yang ada pada mading layaknya pada majalah. Penyajiannya menggunakan media papan (tripleks, karton, gabus, atau bahan lain) yang dipampang pada dinding. Rubrik-rubrik mading sama dengan rubrik-rubrik majalah. Tata letak mading juga tidak jauh berbeda dengan majalah pada umumnya, hanya saja dalam mading lebih sederhana, semua rubrik ditempatkan pada satu halaman atau muka saja.

Materi mading itu sendiri, menyesuaikan tempat mading itu berada. Mading yang ditempatkan di sekolah tingkat SMP/MTs dan SMU/MA berisi tulisan-tulisan yang disesuaikan dengan karakter sekolah-sekolah tersebut. Selain tulisan, mading juga dilengkapi gambar, misal karikatur atau gambar lain. Hanya saja, untuk tingkat tersebut tulisan tetap lebih dominan. Sementara itu, pada jenjang pendidikan yang lebih rendah, seperti SD dan TK, gambar lebih dominan daripada tulisan.

Ragam Tulisan Mading

Rubrik mading sekolah dapat beragam sesuai kreativitas pengelola dan kebutuhan pembaca atau warga sebuah sekolah. Rubrik yang dihadirkan untuk sekolah menengah (SMP-SMA dan MTs-MA) didominasi oleh tulisan jurnalisme, opini, dan sastra. Sisahnya adalah jatah rubrik yang berhubungan dengan kreativitas seni, misalnya fotografi dan album foto, komik pendek, karikatur, lukisan, ilustrasi, dan sebagainya.

Nursisto (2003: 29-38) mengungkapkan, tulisan yang lazim muncul dalam mading adalah spot news, feature, dan reportase. Reportase sebenarnya hanyalah proses dalam pengumpulan data. Jadi, pengelompokan tulisan yang mungkin dilakukan di mading adalah news, feature, opini, dan sastra. News adalah tulisan yang disajikan secara langsung dan apa adanya yang biasanya menjadi andalan surat kabar harian. News dibangun dengan sistem 5W + 1H (what, who, where, when, why, dan how). What mengupas apa yang terjadi, who berkenaan dengan pelaku peristiwa, where memuat tempat terjadi peristiwa yang diberitakan, when bersinggungan dengan waktu terjadi peristiwa, why menjawab masalah sebab terjadi peristiwa, dan how menghadirkan informasi tentang bagaimana kejadiannya. Pada majalah dinding, news biasanya hanya berupa tulisan pendek, bahkan kadangkala hanya ditampilkan dalam bentuk berita foto yang disertai caption (tulisan di bawah foto atau gambar yang berfungi sebagai keterangan).

Tulisan feature bisa dikatakan lebih ringan daripada berita (dan artikel opini). Namun, bukan berarti feature bisa dianggap enteng. Ciri khas feature adalah bagaimana penulis berkreativitas (dalam menulis), menyajikan tulisan yang informatif (isinya), dan menghibur (cara penyajian, bahasa, dan penuturannya). Tulisan jenis ini terbagi menjadi news feature, science feature, dan human interest feature. News feature muncul bersamaan dengan terjadinya peristiwa (tepatnya beberapa saat setelah peristiwa terjadi). Berita disajikan dengan disertai proses terjadinya. Science feature ditandai dengan kedalaman pembahasan dan objektivitas pandangan yang dikemukakan. Sementara itu, human interest feature adalah feature yang lebih banyak menuturkan situasi yang menimpa seesorang dengan cara penyajian yang menyentuh hati dan menyentil perasaan (Suroso, 2001: 94).

Baik news maupun feature, harus ditulis berdasarkan proses reportase. Proses reportase dilakukan melalui observasi, interview (wawancara), hingga riset (penelitian atau pengamatan intensif dan cermat baik secara langsung maupun dengan studi pustaka).

Jenis tulisan yang juga menjadi favorit mading dan surat kabar pada umumnya adalah artikel opini. Menurut Suroso (2001), artikel opini merupakan tulisan yang berisi gagasan, ulasan, atau kritik terhadap suatu persoalan yang ada dan berkembang di tengah-tengah masyarakat yang ditulis dengan bahasa ilmiah populer. Atikel opini ini terbagi menjadi pengetahuan populer, penuntun praktis (guidance), politik, olahraga, dan kebudayaan. Data untuk penulisan artikel ini dapat diperoleh melalui wawancara, penelitian atau penyelidikan langsung, dan bahan cetakan.

Terdapat perbedaan mendasar antara tulisan feature (dan news) dengan artikel opini. Suroso (2001: 96-97) mengungkap bahwa artikel opini membuat orang berpikir dan isinya menyangkut analisis, pendapat, saran, yang penuh muatan sebab-musabab. Tulisan opini didorong oleh alasan-alasan ilmiah yang mengandung resiko polemik, baik yang bersifat mendukung maupun membantah. Hal ini berbeda dengan feature, feature lebih bersifat rileks, berpengaruh pada perasaan pembaca, membuat pembaca menjadi senang, terharu, bersemangat, bahkan menangis. Walaupun begitu, setiap media mempunyai gaya sendiri dalam menyampaikan tulisan-tulisannya.

Kemudian, jenis keempat yang kerap menghiasi wajah mading adalah jenis tulisan sastra, yaitu cerbung, cerpen, dan puisi. Namun, lazimnya, yang terpublikasi hanyalah cerpen dan puisi, sementara cerbung jarang ditampilkan berkenaan sulitnya mendapatkan tulisan yang bermutu dan layak untuk diterbitkan di mading.

Untuk menghadirkan semua jenis tulisan tersebut pengelola (redaktur tiap-tiap rubrik) harus memberitahukannya secara luas pada semua warga sekolah, misalnya melalui pemberitaan pada edisi sebelumnya, pada majalah-majalah biasanya tertulis: Tema Edisi Depan (Berikutnya). Melalui pemberitaan tersebut, para siswa, karyawan, dan guru memiliki informasi yang jelas dan waktu cukup untuk menulis sesuai minatnya. Dalam pengumpulan tulisan tersebut, pengelola harus membatasi waktu penyerahan tulisan dengan menyisahkan waktu untuk proses penenerbitan, mulai penyeleksian, editing atau penyuntingan, hingga layout atau perwajahan. Untuk itu, para redaktur harus memilih naskah terbaik secara objektif.

Manfaat Mading

Banyak manfaat yang diperoleh dari mading. Mading dapat dijadikan media komunikasi. Tulisan pada mading merupakan bentuk komunikasi antarpihak tertentu. Tulisan tersebut menghadirkan informasi atau peristiwa yang terjadi dalam lingkup tertentu pula. Sebagai contoh, mading di sekolah, tentu akan menuliskan berita berkenaan dengan kegiatan atau info sekolah, hal yang tidak akan didapatkan dari koran atau majalah pada umumnya. Pembaca mading yang merasa berkepentingan dengan berita tersebut barangkali tidak hanya sekadar membaca, namun juga merespons atau menanggapinya. Di sinilah akan terjadi komunikasi antara redaksi mading dengan pembaca, antara pembaca dengan pembaca lain.

Mading juga dapat dijadikan wadah untuk menampung kreativitas. Mading tidak hanya menampilkan tulisan dalam rubriknya, namun juga kreasi seni visual dan kerajinan. Kreativitas seni tidak hanya mengusung keindahan, akan tetapi juga mempertimbangkan segi ekonomis dan pemanfaatan benda-benda di sekitar. Demikian pula dengan tulisan dalam setiap rubriknya. Redaktur harus jeli memilih berita yang ada di lingkungannya kemudian mengolahnya menjadi berita yang menarik.

Dari mading, redaktur dan pembaca akan banyak belajar. Redaktur mading dalam mempersiapkan lahirnya mading dalam setiap edisinya tentu membutuhkan pengetahuan atau informasi yang tidak sedikit. Tentunya secara tidak langsung siswa ditugasi menulis salah satu tulisan akan banyak membaca. Bagaimana pun juga keterampilan menulis harus dibekali dengan pengetahuan yang luas. Sementara pembaca mading selain mendapatkan informasi dari mading, ia akan termotivasi untuk menggali pengetahuan lebih lanjut. Tulisan dalam mading sifatnya ringkas karena terbatas luasnya media. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut pembaca dapat mencarinya melalui media lain (surat kabar, internet, dsb).

Siswa atau orang-orang yang tergabung dalam redaksi mading akan belajar berorganisasi. Mereka belajar mengurus suatu penerbitan. Dalam menghadirkan sebuah mading perlu proses panjang, mulai dari pengumpulan bahan, penyuntingan hingga penyelesaian. Setiap redaktur mau tidak mau belajar bertanggung jawab menyelesaikan tugas yang diembannya. Tujuannya tidak lain agar mading selesai tepat waktu. Keterlambatan terbitnya mading akan berpengaruh terhadap isi berita yang ditulis. Berita sudah tidak aktual atau basi sehingga kehadiran mading berkurang fungsinya.

Mading dan Aktivitas Baca-Tulis

Dalam belajar bahasa Indonesia ada empat keterampilan yang harus dikuasai siswa. Keempat keterampilan tersebut adalah menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Kalau dipasangkan, maka menyimak atau mendengarkan akan berpasangan dengan berbicara, sedangkan membaca berpasangan dengan menulis. Pasangan keterampilan berbahasa tersebut saling mempengaruhi. Aktivitas berbicara dibarengi aktivitas menyimak. Keberhasilan menyimak akan berpengaruh terhadap keterampilan berbicara. Demikian pula dengan keterampilan menulis, keterampilan ini sangat erat hubungannya dengan keterampilan membaca. Menulis merupakan bentuk penuangan ide dari hasil membaca. Semakin banyak membaca, semakin banyak pula informasi yang dapat disampaikan melalui tulisan.

Kurikulum KTSP mata pelajaran bahasa Indonesia SMP/MTs untuk keterampilan membaca dan menulis menuntut siswa untuk dapat menyimpulkan isi bacaan setelah membaca cepat 200 kata per menit, menemukan gagasan utama dalam teks yang dibaca, membedakan antara fakta dan opini, menganalisis nilai-nilai kehidupan dalam cerpen, menulis kreatif puisi, mengubah teks wawancara menjadi narasi, menulis laporan dengan bahasa yang baik dan benar, menyunting karangan, menulis cerpen, serta menulis surat pembaca. Kompetensi dasar yang disyaratkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di atas tidak akan berhasil kalau hanya disampaikan selama 2 x 40 menit di dalam kelas. Materi-materi tersebut sebaiknya dipraktikkan dan terus dilatih agar menjadi keterampilan yang bermanfaat untuk kehidupan anak didik.

Keberadaan mading sangat dekat dengan aktivitas baca-tulis. Sebelum diterbitkan, redaktur akan mengumpulkan naskah atau tulisan. Tulisan dapat berasal dari redakur sendiri maupun kontribusi pembaca. Dalam proses penyaringan naskah tersebut diharapkan ada kompetisi untuk menjadi yang terbaik hingga dipilih oleh redaktur rubrik untuk dimuat. Dalam proses kompetisi tersebut ada proses pembacaan dan pembelajaran menulis.

Para kontributor sebelum mengirimkan naskah setidaknya telah melalui tahapan-tahapan menulis. Tahapan-tahapan tersebut mengumpulkan bahan, menulis artikel, melakukan perbaikan (revising), menyunting (editing), pembacaan percobaan (proof reading), serta memublikasikan (mengirimkan tulisan). Dalam menyunting tulisan, hal yang harus diperhatikan adalah tanda baca, huruf kapital, ejaan, tata bahasa, dan keefektifan kalimat. Pada tahap pembacaan percobaan (proof reading) yang harus dilakukan adalah melakukan pembacaan percobaan, ini sebaiknya dilakukan oleh pihak lain yang tidak ikut menulis naskah tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah cara penyajian dapat diterima dan enak dibaca oleh pembaca, serta apakah materi-materi yang disampaikan dapat dipahami dengan baik (Yuniati, 2008: 39). Dalam pengiriman naskah, kontributor harus jeli mengamati materi rubrik yang akan dibidiknya. Para kontributor dapat belajar dari edisi-edisi sebelumnya. Hal ini dilakukan agar tulisan yang dibuat sesuai dengan kebutuhan mading sehingga berpeluang untuk dimuat.

Kehadiran mading juga diharapkan mampu memotivasi siswa untuk membaca dan menulis. Asumsinya, siswa akan aktif membaca tulisan yang ada di mading karena yang menulis adalah temannya sendiri atau orang yang dikenal. Hal ini juga akan memberi dorongan siswa untuk menulis seperti yang telah dilakukan temannya. Selain itu, siswa lebih berani untuk mengirimkan tulisannya karena seleksi naskah tidak seketat surat kabar atau majalah yang dikonsumsi masyarakat luas.

Latihan menulis, mau tidak mau akan menguras energi yang tidak sedikit. Wajar saja karena disinyalir bahwa penentu keberhasilan dalam menulis adalah kerja keras. Bahkan, porsinya mencapai 90%. Kerja keras di sini dimaksudkan sebagai aktivitas latihan, ketekunan, dan keinginan untuk meningkatkan kualitas diri dengan selalu belajar. Belajar dapat dilakukan melalui pendidikan formal dan non-formal seperti rutinitas membaca dan menulis.

Akhirnya, bagaimana pun juga aktivitas permadingan dan baca-tulis tidak terlepas dari peran aktif guru. Peran aktif para pendidik tersebut sangat diharapkan berupa motivasi dan teladan dalam membaca dan menulis. Jika para guru tidak mampu memberikan motivasi dan keteladan, berbagai upaya yang dilakukan tidak akan banyak berhasil. Hal yang paling krusial tentu adalah keteladanan, bagaimana para guru meneladankan rutinitas membaca dan kebiasaan menulis pada para siswa akan menentukan perkembangan baca-tulis siswa kemudian hari.

Aktivitas permadingan ini tentu perlu rangsangan lebih dengan mengadakan kegiatan-kegiatan perlombaan, baik tingkat sekolah maupun tingkatan yang lebih luas. Pada peristiwa seperti ini, para siswa dapat mengukur (untuk kemudian meningkatkan) kemampuannya dalam menulis dan mengelola mading. Pada lingkup internal mading sendiri, mungkin dapat dilakukan pemilihan artikel terbaik sepanjang tahun, foto terbaik, dan sebagainya.

Referensi

  1. Nursisto. 1999. Membina Majalah Dinding. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
  2. Suroso. 2001. Menuju Pers Demokrasi. Yogyakarta: Lembaga Studi dan Inovasi Pendidikan.
  3. Yuniati, Siska. 2008. Menulis Resensi Buku. Yogyakarta: MTs Negeri Giriloyo.
  4. http://mediaksara.wordpress.com/2010/04/04/merangsang-aktivitas-baca-tulis-melalui-mading-sekolah/

Optimalisasi Mading Sekolah

Mading (majalah dinding), penerbitan yang ditempelkan di dinding sekolah, biasanya ditempatkan di tempat strategis. Adapun pengelolanya sama dengan buletin maupun majalah sekolah. Bedanya, jika buletin dan majalah bisa dibawa kemana-mana namun mading untuk membacanya harus berdiam diri ditempat. Untuk rubrikasi tentunya sama saja lebih banyak mading yang dimiliki lebih banyak rubrik yang dikelola.

Dalam mengelola mading akan ditemukan berbagai kendala, diantaranya: pembaca mading. Karena media ini terletak di dinding sehingga tidak setiap siswa mau membacanya. Begitu pula dengan kesungguhan pengelola. Mading biasanya molor terbit gara-gara pengurusnya aktif diberbagai ekstrakurikuler akibatnya penerbitannya kian terbengkelai. Selanjutnya, adalah problema kemalasan siswa non-pengurus untuk mengirimkan karyanya. Perkara-perkara tersebut barangkali yang menjadikan mading menjadi vakum.

Optimalkan Mading
Mengoptimalkan mading sekolah bukanlah perkara yang susah asalkan ada kerjasama antara waka kesiswaan, OSIS, ekstrakulikuler Jurnalistik maupun dengan guru terkait (Bahasa, TIK dan lain-lain). Untuk mengoptimalkannya perlu ditempuh beberapa langkah. Pertama, skedul terbit. Pihak pengelola menarget waktu penerbitan; dwi mingguan, bulanan maupun dwi bulanan. Sehingga, pengelola bisa menentukan rapat redaksi, hunting, menulis, deadline dan masa penerbitan.

Kedua, proses menulis. Pengelola berkewajiban menuliskan hal-hal yang menjadi urusan keredaksian. Ada editorial (tajuk rencana) dan reportase (laporan). Selebihnya, diserahkan kepada seluruh siswa.

Agar maksimal, siswa yang telat ataupun tidak mengerjakan PR bisa ditugasi menulis sesuai kemampuan yang ia bisa. Dengan cara tersebut bank tulisan sudah dikantongi oleh redaksi. Pengelola juga perlu menempelkan pengumuman di kelas-kelas, kantin maupun di madding, isinya seruan untuk mengirimkan karya dalam bentuk apapun.

Ketiga, untuk menarik minat pembaca selain tampilan mading harus menarik, siswa yang karyanya dipublikasikan diberi penghargaan. Maupun perlu disisipi kuis-kuis berhadiah dan teka-teki silang (TTS) yang akan memikat peserta didik berbondong-bondong memadati area mading.

Keempat, menerbitkan bunga rampai. Mading yang telah terbit bisa dijadikan bunga rampai berupa buletin maupun majalah setahun sekali sampai dua kali terbitan. Karya yang masuk, pilihan yang diputuskan oleh redaksi bersama waka kesiswaan maupun guru terkait.

Sementara, untuk pendaan bisa memohon kepada orang tua siswa yang memiliki perusahaan dan berkenan menyumbangkan dananya. Maupun meminta sponsor dan iklan dari perusahaan yang ada di sekitar. Adapun, karya yang tidak masuk bunga rampai dijadikan kliping dan ditempatkan di perpustakaan sekolah maupun disimpan pengelola.

Yang terpenting, untuk mengoptimalkan mading, waka kesiswaan maupun guru terkait harus senantiasa pro-aktif agar siswa-siswi yang selalu diperhatikan mau eksis dalam berkarya. Apalagi, kegiatan ini merupakan ranah praktik. Praktik mata pelajaran Bahasa Indonesia, TIK, Seni Rupa dan sebagainya. Artinya, peserta didik hanya mengaplikasikan materi yang diterima di kelas. Oleh karenanya, dengan mengoptimalkan mading sekolah nantinya tidak ada lagi media dinding yang mangkrak maupun dibiarkan begitu saja. Semoga!

sumber : http://mustaqimmenulis.blogspot.com/2010/10/optimalisasi-mading-sekolah.html

Jumat, 19 November 2010

Omelanku Pada Mereka, Pelitaku Untuk Diriku

Akhir-akhir ini saya merasa semangat utuk Tholabul ilimi sedikit berkurang. Dimana tugas dan kesibukan makin bertambah, apalagi semenjak naik kelas XI, dimana di semua ekstrakulikuler dan organisasi-organisasi kami beralih dari jenjang dari junior menjadi senior. Sempat malu pada diri saya sendiri apabila semuanya hancur karena ulah virus yang sedang menimpa kami. Dimana secara real terlihat, hasil mid semester kami jeblok seiring bertambahnya kesibukan kami. Sampai-sampai wali kelas saya berkoar menyudat kami dengan segala nasehat dan petuah (atau lebih tepatnya omelan) kepada kami.

Beberapa hari yang lalu, saya sempat ‘berceramah’ kepada junior-junior saya di ekskul Paskibra saat break time. Dimana saya menguraikan poin-poin Motto Paskibra yang kami terapkan dalam kehidupan kami. Kata-kata yang muncul saat itu tidak memperlihatkan bahwa saya adalah senior pemalas yang sedang kacau hidupnya karena berjibaku dengan banyak masalah. Namun, saat itu saya terihat seolah menjadi pencerah bagi mereka dan kata-kata yang muncul sangat ‘nyentrong’ bak orang berwibawa ber wawasan luas (lebih tepatnya “SOK”). Dihari itu saya mangisi acara istirahat disela-sela laihan dengan mengajak ngobrol mereka, sedikit sharng dan bercanda. Namun ditengah itu, saya menyelipkan beberapa poin, pertama, saya ingin membangkitkan semangat, rasa tanggungjawab, dan kedisiplinan yang belum 100% membentuk diri mereka, mengingat sudah hampir 5 bulan mereka menjadi calon anggota Paskibra di SMA saya. Kedua, saya ingin menyampakan uneg-uneg para senior dimana kami sebenarnya kesal dengan ulah mereka yang belum mencerminkan seorang pemuda pilihan yang disorot semua mata dan menjadi maskot sekolah. (Ceilah)

Tibalah saya baru menyadari makna dari kata-kata saya tadi d saat latihan setelah saya merenung di pondok. Begini kurang lebih ringkasannya:

Saya mengingatkan mereka agar lebih semangat dan berdisiplin dengan senjata poin motto Paskibra… Dimana Paskibra itu…

  1. Tidak Takut salah, lalu saya melontarkan pertanyaan, mengapa ketiak mereka diberi aba-aba masih ragu dalam pelaksanaannya? Sejenak mereka terdiam, meresa kadang banyak hal yang diberikan kepada mereka mereka was-was untuk melakukan karena taut salah.
  2. Tidak Takut Kalah, dimana sesuai pengertian saya mengenai poin kali ini yakni termasuk tidak takut malu. “Tapi kenapa kalian masih malu? Masih males? Disuruh kumpul malah nggerundel ga dateng-dateng, disuruh latian males2an, disuruh nglakuin apa pasti bilang ga mau. Yang malu lah, yang ini lah yang itu lah… kapan Indonesia maju klo pemudanya aja masih kaya gitu?”, Omel saya.
  3. Tidak takut Jatuh, artinya mantap dalam setiap keputusan dan langkah yang diambil, tidak takut mencoba dan tidak takut gagal atau lebih tepatnya percaya diri. Sekai lagi saya bertanya, mengapa mereka tidak PD ketika kami bersama-sama melakukan latihan yang notabene-nya ‘nampang’ dtengah lapangan?
  4. Tidak Takut Mati, Takut Mati Jangan Hidup, Takut hidup, Mati Sekalian. Itulah poin terakhir yang juga membuat saya sadar. Apabila kita sebagai manusia yang telah di beri kehidupan malah menyia-nyiakan kesempatan itu. Dimana bersemangat pada hal positif adalah salah satu cara memanfaatkan hidup itu. Dan apabila kita malas, sama saja kita membuang kesempatan itu.

Disitulah saya sadar, dari pidato singkat yang saya lontarkan, malah itulah yang membuat saya mengerti bahwa semangat yang meredup dan dibiarkan malah semakin membuat renca kita gagal dan terbengkelai. Jadi, bias diambil kesimpulan, pertama, diri kita agdalah orang yang paling mengerti tentang kita. Dimana terkadang hidayah atau petunjuk yang tersebar disekitar kita yang tak kita sadari, malah sebenarnya ada pada diri kita sendiri… dan kedua, hidup adalah anugerah yang seharusnya tak disia-siakan. Dan salah satu cara memanfaatkannya yaitu dengan bersemangat.

Mungkin tulisan saya terlihat tidak terlalu penting untuk sebagian orang. Tapi saya yakin artikel sederhana dan kurang dari kata sempurna ini Insya Allah bisa bermanfaat. (minimal bisa buad curhat untuk saya pribadi, hehehehe.)

Ikrima El-MarRos

SMA AWeHa Tebuireng-Jombang